Janji Manis Sebuah Iklan Berbuntut Kecewa: Siapa Yang Salah?

 


Kota mati. Bagaimana mendefenisikan kota mati? Bangunan-bangunan terbengkelai, tidak ada penduduk (beraktivitas), tanaman liar tumbuh subur, kertas-kertas berterbangan tertiup angin, bahkan satu dua kendaraan dibiarkan begitu saja di tengah jalan raya. Aura mencekam tercium ganas di kota mati. I Am Legend, A Quiet Place, atau The Walking Dead, mendefenisikan visual kota mati dengan sangat sempurna. Siapa sangka, kota mati seperti di film (atau serial) itu juga ada di Indonesia.

Terjadi di Indonesia: Anak-Anak Berprestasi Yang Dihujat Merusak Generasi Muda.

"Bawa aku pergi dari sini." Suara lirik seorang bocah perempuan yang disusul suara seorang laki-laki dewasa yang berkata, "Kita lupa bahwa ada cara lain untuk hidup, cara mudah untuk menggapai cita."

Ya, itu iklan Meikarta. Sekitar lima atau enam tahun lalu, iklan Meikarta gencar menyisip di layar kaca. Tapi sekarang, Meikarta meninggalkan kekecewaan. Konsumennya menuntut pengembalian uang cicilan yang telah dibayarkan.

Lalu, apa itu Meikarta?

Bagi yang belum tahu, mari kita bahas.

Meikarta yang digadang-gadang menjadi kota moderen merupakan mega proyek oleh Lippo Group. Nama besar Lippo Group tentu menjadi semacam jaminan terpercaya. Lippo Group adalah sebuah perusahaan besar di Indonesia yang didirikan oleh Mochtar Riady. Saat ini, perusahaan tersebut dipimpin oleh James Riady, anak Mochtar Riady. Perusahaan ini memulai usaha dengan Bank Lippo yang telah berganti nama dan berubah posisi sahamnya menjadi Bank CIMB Niaga. Perusahaan ini kemudian mengembangkan diri di usaha properti yang kemudian berkembang di Indonesia, Tiongkok dan beberapa negara lainnya. Selain di usaha properti juga melakukan pengembangan bisnis eceran, telekomunikasi, dan berbagai jenis usaha lainnya.

Berlokasi di Desa Cibatu, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Meikarta pertama kali dikenalkan pada khayalak pada tanggal 4 Mei 2017. Nilai investasinya tidak main-main. Sejumlah Rp 278 Triliun! Angka yang sangat fantastis. Proyek pembangunan Meikarta dikerjakan oleh P.T. Mahkota Semesta yang merupakan anak perusahaan P.T. Lippo Cikarang Tbk. Pada November 2016, P.T. Lippo Cikarang Tbk melalui anak perusahaannya yaitu P.T. MSU merencanaan pembangunan Meikarta yang meliputi permukiman, apartemen, pusat perbelanjaan, pusat hiburan, rumah sakit, sekolah, hingga hotel.

Masyarakat Indonesia, tertarik untuk tinggal di Meikarta, jika kelak telah selesai dibangun. Tentunya untuk bisa tinggal di Meikarta, masyarakat harus membaca dan menyepakati surat perjanjian, membayar uang muka, dan membayar cicilan setiap bulannya meskipun unit yang dibayarkan belum jadi. Siapa sangka, mega proyek ini mengalami kendala demi kendala.

Agustus 2017, Pemprov meminta (menitah?) penghentian proyek sementara karena masalah perizinan. Mei 2018, digugat oleh pailit vendor. Oktober 2018, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait mega proyek Meikarta. November 2020, Pengembang Meikarta dinyatakan dalam proses Penundaa Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Maret 2021, Meikarta klaim sudah serah terima 1.800 unit apartemen secara bertahap kepada konsumen. Juni 2022, Komunitas Peduli Konsumen Meikarta mengadukan dugaan kegagalan serah terima unit ke DPR dan Presiden Jokowi. Desember 2022, konsumen semakin bertanya-tanya dan bahkan mengamuk karena penyerahan unit yang telah dicicil tidak sesuai perjanjian.

Dalam dunia hukum, peristiwa ini masuk dalam Hukum Perikatan. Hukum Perikatan adalah suatu aturan yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi. Jika salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya atas prestasi tersebut, itulah yang disebut wanprestasi.

Apakah pihak pengembang Meikarta melakukan wanprestasi terhadap konsumennya? Mari kita lihat.

Pertama, ada tiga distrik yang dijanjikan yaitu Distrik 1, Distrik 2, dan Distrik 3. Dalam perjanjian, antara tahun 2019-2020, seharusnya sudah terjadi serah terima unit apartemen kepada konsumen yang telah mencicil. Tetapi kenyataannya, pada tahun 2023 distrik yang telah selesai dikerjakan baru Distrik 1 sedangkan Distrik 2 belum selesai pembangunan, dan Distrik 3 masih berupa lahan kosong alias belum ada pembangunan. Sedangkan Maret 2021, Meikarta klaim sudah melakukan serah terima 1.800 unit apartemen secara bertahap kepada konsumen. Jumlah tersebut jauh dari apa yang telah dijanjikan yaitu 100.000 samai 130.000.

Pihak pengembang menawarkan solusi yaitu pilihan untuk relokasi (dari dua distrik ke Distrik 1) unit apartemen, namun dengan harga yang lebih tinggi. Tentu konsumen menolaknya. Karena, untuk mencicil unit apartemen di Meikarta, banyak yang dikorbankan oleh konsumen. Mereka masih mencicil sementara unit apartemen yang seharusnya sudah diserahkan kepada konsumen ... belum terjadi.

Sementara itu, dalam putusan homologasi, penyerahan unit akan dilakukan secara bertahap sampai tahun 2027. Menurut Advokat dan Pengamat Hukum Properti Muhammad Joni, homologasi adalah persetujuan dari badan hukum yang memiliki otoritas resmi untuk mengatur berbagai hal terkait penyelesaian permasalahan antara debitur dengan kreditur maupun pihak-pihak terkait lainnya.

Wah dari janji antara 2019-2020, menjadi 2027. 

Kembali pada pertanyaan: siapa yang salah?

Tentu pihak yang dapat dikatakan salah adalah pihak pengembang atau disebut pihak Meikarta itu sendiri di mana di belakangnya ada nama besar Lippo Group. Karena, sederhananya Hukum Perikatan adalah adanya hak dan kewajiban. Jika kewajiban telah dilaksanakan, maka hak seharusnya diterima sesuai perjanjian (waktu serah terima unit). Jika masyarakat/konsumen telah membayar uang muka hingga cicilan, maka pihak Meikarta seharusnya telah melakukan serah terima unit (apartemen, hunian atau apalah itu) sesuai perjanjian pula. Jika tidak, maka terjadi wanprestasi dan harus terima jika disalahkan oleh konsumen.

Apakah harus dilunaskan dulu baru konsumen boleh menerima penyerahan unit tersebut? Melihat dari berita-berita yang beredar, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa cicilan tersebut dapat berjalan/berlanjut seiring konsumen menempati unit yang dipilihnya.

Sungguh ini janji manis sebuah iklan berbuntut kecewa. Kasihan para konsumen yang belum menerima unit idamannya.

Pahami, Antara Dalang Intelektual, Pelaku Penyerta, dan Eksekutor.

Konsumen hanya berharap, mungkin sangat-sangat berharap, agar pihak Meikarta melakukan refund atau pengembalian dana yang telah disetorkan/dibayarkan. Karena jika mereka meneruskan cicilan, maka semakin banyak dana yang dikeluarkan (menumpuk), sementara nasib unit pilihan mereka belum ada kejelasan. Kita, yang tidak ada sangkut-pautnya dengan permasalahan pelik ini, semoga dapat mengambil hikmahnya. 

Mudah-mudahan segera ada solusi yang solutif.


Cheers.

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak