Zaman Boleh Canggih Tapi E-Book Tidak Bisa Menggantikan Buku

 


Guru Gembul pernah bertutur bahwa pada masa kejayaannya, Kekaisaran/Kekhalifahan Turki Usmani pernah menjadi teror bagi negara-negara yang ada di Eropa. Tahun 1924 kekhalifahan ini dinyatakan bubar. Tidak tercantum dalam peta-peta dunia. Alasannya? Adanya penyakit kronis yang menggerogoti dari dalam. Dalam tayangan Eps 112 | PENYEBAB UTAMA KERUNTUHAN KEKHALIFAHAN TURKI USMANI, Guru Gembul mengatakan bahwa salah satu penyakit kronis penyebab runtuhnya Turki Usmani adalah karena hilangnya daya intelektualitas mereka. Turki Usmani adalah kekhalifahan yang membawa sisa-sisa peradaban Islam, tapi tidak punya intelektualitas untuk mempertahankannya. Pada era 1800-an seluruh buku yang ada di seluruh perpustakaan di seluruh Kekhalifahan Turki Usmani tidak sampai 30.000 eksemplar. Kekeroposan yang luar biasa. 

#BacaBuku Buku Yang Memotivasi.

Sementara itu, dalam kesempatan lain, Helmy Yahya melalui tayangan berjudul Woooi Negeri ini Butuh Buku, Woiii! | Helmy Yahya Bicara mengatakan bahwa di Norwegia setiap 1 penduduk mempunyai jatah akses 40 sampai 50 judul buku setahun. Di Indonesia, 1 buku untuk lebih dari 100 penduduknya. Menurut Helmy Yahya, setiap tahun Indonesia mencetak/memproduksi 22 Juta buku (baru). Tapi perlu diingat, penduduk Indonesia sendiri berjumlah sekitar 270an. Jumlah 22 Juta buku per tahun itu tentu terbilang kecil. Belum lagi sebarannya. Mengingat, Indonesia adalah negara kepulauan di mana pusatnya terletak di wilayah Barat. Untuk mencapai ke Timur, harus melewati Tengah dulu kan?

Sejak memilih untuk bersolo karir, saya memutuskan berhenti untuk bergabung dengan komunitas mana pun, kecuali Stand Up Comedy Endenesia yang berubah nama menjadi Stand Up Ende Indo (CMIIW). Itu pun saya tidak seberapa aktif. Tapi, saya tetap bersedia membantu jika ada komunitas anak muda baik di luar kampus maupun di dalam kampus (BEM, HMPS, Flopala, komunitas kreatif lainnya) membutuhkan bantuan menjadi pemateri. Umumnya materi-materi yang saya bawakan berhubungan dengan dunia jurnalistik, menulis kreatif, dan public speaking. Tentunya saya juga mengajarkan mereka cara membikin blog gratisan baik di Blogger maupun di Wordpress di mana blog merupakan salah satu media yang dapat dimanfaatkan untuk berbagi informasi dan pengetahuan melalui tulisan.

Bersolo karir bukan berarti berhenti memperoleh informasi tentang geliat anak muda di Kota Ende maupun di Kabupaten Ende. Saya terharu mengetahui masih banyak anak muda yang mau membangun daerahnya dengan mendirikan rumah baca atau teras baca. Satu per satu nama mencuat macam Rumah Baca Mustika. Ada pula Kak Ev Sare atau Bunda Epo dengan Rumah Baca Sukacita Ende atau RBS. Adik saya, Kiki Arubone, pun membuka tempat baca bernama Kopo Sawu. Dari sekian banyak rumah baca yang saya dengar, terakhir ada Teras Baca Anmok yang terletak di Kelurahan Rewarangga, Kecamatan Ende Timur, Kabupaten Ende.


Dominika Dhapa, S.Pd., M.Pd., atau biasa saya sapa Ibu Fandar adalah dosen pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), FKIP, Universitas Flores (Uniflor). Dia adalah pendiri Teras Baca Anmok yang letaknya sekitar 8 sampai 10 kilometer dari pusat Kota Ende. Di daerah yang sejuk, ada persawahan, ada sungai jernih mengalir, Teras Baca Anmok menjadi media informasi dan pengetahuan anak-anak sekitar. Hebatnya lagi, anak-anak tidak sekadar datang untuk membaca buku. Mereka juga semacam berada salam satu komunitas baca yang juga diajarkan banyak hal seperti budi pekerti, kreativitas, hingga berani tampil di berbagai lomba. Sedikit demi sedikit anak-anak juga diajarkan tentang mengenali wilayah mereka sebagai wilayah berpotensi wisata.


Sesuatu yang telah tergerus dalam kehidupan anak kota, terutama anak kota yang mudah mengakses internet melalui telepon genggam.

Anak-anak di Kota Ende atau di Kabupaten Ende, tidak semuanya dapat mengakses internet dengan mudah karena tidak mungkin mereka diberikan telepon genggam seorang satu oleh orang tua. Adanya Serikat Kepausan Anak dan Remaja Misioner (SEKAMI), juga Taman Pendidikan Al Qur'an (TPA), membantu anak-anak mengenal potensi diri dan mengasah kreativitas karena kelompok/komunitas keagamaan khusus anak seperti itu juga tidak semata-mata mengajarkan tentang agama. Anak-anak itu haus akan informasi dan pengetahuan. Tanpa akses ke internet, misalnya, buku adalah sumber utama.

Bukannya sekarang sudah banyak e-book?

Guys, zaman boleh canggih tapi e-book tidak bisa menggantikan buku.

Pertama, anak mengakses e-book dapat terdistraksi atau tergoda mengalihkan bacaannya pada game di telepon genggam dan/atau laptop/komputer. Kedua, kesehatan mata anak akan lebih baik jika tidak berlebihan menatap layar telepon genggam. Ketiga, esensi membaca buku itu luar biasa. Sampai sekarang saya masih memilih membaca buku ketimbang e-book. Bagi para pecinta buku tentu tahu bagaimana rasanya bisa membaca sebuah buku (menyelesaikannya). Ada perasaan yang Orang Ende bilang: bemanaaa ko begitu.

Di zaman ini, kita bersyukur masih banyak anak-anak yang membutuhkan buku. Artinya, dunia literasi (sub membaca) belum sekarat. Buku akan meningkatkan daya intelektualitas anak tersebut. Dan yang bisa kita lakukan adalah dengan membantu semampunya. 

Dan buku selalu mengingatkan saya pada Kak Anazkia yang saya panggil Kanaz. Blogger yang pernah berkecimpung dalam Blogger Hibah 1 Juta Buku (CMIIW). 

Ini dia, Literasi Desa, Program Keren KKN-PPM di Desa Ngegedhawe.

Saya hanya meminta pada Kanaz, jikalau ada informasi atau ada kegiatan bagi-bagi buku, dari komunitas mana pun, ingatlah kami di Ende. Karena di sini, masih banyak orang muda, pemimpin, dosen, yang punya perhatian pada anak dan buku. Secara pribadi, saya mungkin dianggap orang yang mampu mengadakan buku 😅 sebenarnya tidak. Saya hanya mencari informasi, mencari celah, bagaimana bisa mengadakan buku untuk mereka. Dan saya tidak akan berhenti sampai di sini. Meskipun cara yang saya tempuh yaaaa ... sederhanaaaaaa 😉 Kanaz pasti ngakak kalau baca kata sederhana.

Agustinus F. Paskalino Dadi, S.Fil., M.Hum., atau biasa saya sapa Pak Gusty Dadi, dosen dan Ketua Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), FKIP, Uniflor mengatakan bahwa meskipun zaman sekarang banyak informasi yang bisa dibaca melalui lini digital (internet di telepon genggam) namun membaca buku sebenarnya merupakan salah satu cara untuk memajukan sebuah peradaban.

Mudah-mudahan bermanfaat dan dapat mengetuk hati kita semua untuk menyumbangkan buku.


Cheers.

1 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

  1. Ya Allah, akhirnya ku menemukan blog mbak Tuteh lagi. Alhamdulillah...

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak