Nuansa Bening yang Kini Keruh

 

Sejujurnya saya menyukai lagu-lagu Vidi Aldiano yang ringan di kuping. Tapi lagu Vidi Aldiano yang paling kena di hati adalah Status Palsu. Mungkin karena video klipnya kocak dengan Fitrop bertingkah lucu di dalamnya. Saya pikir Vidi Aldiano akan baik-baik saja karena kehidupannya jauh dari kontroversi, sejauh ini, meskipun dia mengalami sakit. Vidi Aldiano menderita kanker ginjal stadium 3. Dia didiagnosis pada tahun 2019 dan telah menjalani berbagai pengobatan, termasuk operasi di Singapura. Meskipun kondisinya kini lebih stabil, dia masih terus menjalani pengobatan, termasuk kemoterapi. 

Lagu pertama Vidi Aldiano yang melejitkan namanya adalah Nuansa Bening yang dirilis pada tahun 2008. Lagu ini merupakan lagu daur ulang dari lagu Keenan Nasution yang populer pada tahun 1978 diciptakan bersama Budi Pekerti. Nuansa Bening adalah single utama dari album debut Vidi Aldiano, Pelangi di Malam Hari. Belakangan lagu Nuansa Bening kembali mencuat. Namun, kali ini bukan semata karena kerinduan akan melodi syahdu dan lirik romantisnya, melainkan karena sebuah permasalahan yang melibatkan hak cipta dan etika dalam dunia musik.

Saat awal hendak meng-cover Nuansa Bening di tahun 2008, Vidi Aldiano meminta izin pada Keenan Nasution. Setelah itu, menurut pengakuan Keenan, tidak ada lagi kontak antara mereka termasuk dalam urusan royalti. Maka pada tahun 2024 setelah 16 tahun, pihak manajemen Vidi Aldiano mendatangi Keenan Nasution untuk menawarkan uang sejumlah Rp 50.000.000 sebagai bentuk apresiasi. Tawaran itu ditolak karena selama 16 tahun Nuansa Bening telah dinyanyikan berkali-kali secara komersil oleh Vidi Aldiano. Pihak Keenan Nasution melayangkan somasi pada Vidi Aldiano.

Pada akhirnya Vidi Aldiano menghapus semua lagu Nuansa Bening, salah satunya di Spotify.

Kasus ini mengingatkan kita pada Angez Mo dan Ari Bias sebagai pencipta lagu Bilang Saja yang dinyanyikan dan dipopulerkan oleh Agnez Mo. 

Dari sinilah mari kita caru tahu bagaimana yang seharusnya.

Penyanyi membayarkan royalti kepada pencipta lagu melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Pencipta lagu mendaftarkan karyanya, dan LMKN menghimpun royalti dari penggunaan komersial lagu tersebut. Royalti kemudian didistribusikan kepada pencipta dan pemilik hak terkait yang telah menjadi anggota LMK. 

Berikut adalah alur royalti dari penyanyi kepada pencipta lagu:

1. Penciptaan dan Pendaftaran Lagu:

Pencipta lagu menciptakan sebuah karya musik dan mendaftarkannya ke Lembaga Hak Cipta yang relevan, seperti Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). 

2. Penggunaan Komersial:

Penyanyi membawakan lagu tersebut untuk keperluan komersial, misalnya dalam pertunjukan, rekaman, atau streaming. 

3. Penarikan Royalti oleh LMKN:

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menarik royalti dari penggunaan lagu tersebut oleh penyanyi. Penyanyi membayar royalti kepada LMKN, bukan langsung kepada pencipta lagu. 

4. Pendistribusian Royalti oleh LMKN:

LMKN menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada pencipta lagu dan pemilik hak terkait yang telah menjadi anggota LMK. 

5. Pencipta Lagu Mendapatkan Royalti:

Pencipta lagu akan menerima bagian royalti dari penggunaan lagunya oleh penyanyi. 

Dasar hukum pembayaran royalti melalui LMKN diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Lembaga Manajemen Kolektif. 

Perlu diingat, penyanyi tidak perlu meminta izin langsung dari pencipta lagu untuk membawakan lagu ciptaannya untuk keperluan komersial, selama royalti dibayarkan melalui LMKN. Penyanyi juga tidak bertanggung jawab secara hukum untuk membayar royalti jika hanya sekadar tampil di atas panggung, kecuali jika mereka menjadi penyelenggara atau mengambil keuntungan langsung dari acara tersebut. 

Bagi saya, permasalahan antara pencipta lagu dan penyanyi ini akan terus ada di masa yang akan datang. Hemat saya, sebuah lagu membutuhkan nyawa. Nyawa lagu itu adalah si penyanyinya, bukan penciptanya (kecuali penyanyi sekaligus pencipta). Sebuah lagu bisa jadi tidak hits jika nyawanya tidak cocok.

Maka seorang penyanyi adalah pencipta karakter sebuah lagu, dari si pencipta lagu. Melalui apa? Melalui suara khasnya, cengkoknya, vibrasinya, bahkan gayanya di video klip maupun di atas panggung.

Sehingga regulasi yang ada memang sudah terang benderang mengatur tetapi haruslah dihargai pula penyanyinya. Dalam permasalahan ini seakan-akan si penyanyi adalah pihak yang bersalah. Mungkin bisa dibuatkan suatu sistem terpadu untuk semua karya di Indonesia. Di dalam sistem tersebut atau aplikasi tersebut, penyanyi atau manajemennya dapat mendaftarkan waktu tampil dari si penyanyi beserta lagu yang dibawakan (terkoneksi dengan pencipta lagu), termasuk apakah penampilan itu untuk komersil atau untuk amal. Di situ secara otomatis juga akan tercantum jika untuk komersil berapa persen dari pembayaran, untuk amal berapa persen dari pembayaran, dan seterusnya. Agar terjadilah kalimat tahu sama tahu.

Nuansa Bening yang kini keruh saya harapkan ada solusi yang betul-betul solutif. Karena pencipta lagu dan penyanyi adalah dua pihak yang pernah bekerja sama, mungkin bisalah dipikirkan pertimbangan lainnya. Secara umum untuk semua kasus serupa, saya berpikir pencipta lagu menagih royalti sesuai saja dengan regulasi kepada lembaga yang bersangkutan. Jika royalti menyalahi aturan maka lembaga itu yang meluruskan. Demikian pula, jika si penyanyi tidak melaporkan penghasilan dari lagu tersebut, bisa ditegur oleh lembaga tersebut.

Rumit ya ... iya sih 😁

Yah, demikianlah yang terjadi dan dapat menjadi pelajaran bagi kita semua, termasuk yang suka meng-cover lagu.

Tapi saya menyukai sebuah berita tentang isteri Yuan Passer. Yuan Passer adalah pencipta lagu Matahariku yang dinyanyikan oleh Agnez Mo. Sang isteri tidak akan menuntut royalti dari Agnez Mo dan mengizinkan si penyanyi untuk terus menyanyikan lagu itu. Ini keren siiiih! Saluuut! Karena memaaaanggg peran penyanyi pada sebuah lagu juga sangat besarrrrrrrrr. Karena ya itu tadi, nyawa sebuah lagu adalah penyanyi itu sendiri.

Sudah ya ... dari pada semakin rumit otak kita.


Cheers. 


Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak