Menyikapi Informasi/Podcast Yang Menyakitkan Hati

 


Tidak ada seorang pun yang mau hatinya tersakiti. Tapi lucunya, dalam kondisi tertentu, hati kita mudah sekali tersakiti baik sengaja maupun tidak sengaja. Dalam kegiatan Workshop Literasi Digital pada Rabu, 28 September 2022 kemarin, ada pertanyaan dari peserta tentang informasi, khususnya podcast, yang menyakitkan hati/perasaan. Tentunya materi podcast tidak sejalan dengan pemikirannya. Bagaimana netizen menyikapi informasi yang menyakitkan hati? Kebetulan saya juga menjawab pertanyaan itu, tidak ada salahnya jika tertuang dalam artikel ini.

Ini dia workshopnya: Menangkal Hoax Netizen Harus Cakap Digital.

Bagaimana menyikapi informasi/podcast yang menyakitkan hati?

1. Berhenti Menonton

Podcast yang materinya menyakitkan hati belum tentu hoax. Hal ini perlu digarisbawahi terlebih dahulu.

Cara pertama agar hati tidak tersakiti akan informasi dari suatu podcast, maka berhentilah menonton! Karena apa? Karena kitalah pemegang kendali. Paket internet/wifi kan kita yang punya. Iya kan? Terlepas podcast tersebut menyajikan hoax atau bukan, selama tidak menyenangkan, ya ganti channel. Karena bagi saya pribadi, menonton video-video di Youtube adalah untuk menambah wawasan sekaligus hiburan.

Tapi bagaimana jika muncul rasa gemas dan geram? Bikin konten jawaban. 

2. Bikin Konten Jawaban

Dalam dunia media ada istilah yang disebut hak jawab. Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya (sumber: Wikipedia). Menurut saya, hak ini juga dapat dilakukan oleh netizen untuk menjawab konten yang bertolak belakang dari pemikirannya. Konten ini dapat berupa video, dapat pula berupa tulisan.

Beberapa hari lalu saya menonton video Arroyan Pram tentang moon landing. Dari teori-teori konspirasi, termasuk yang dirangkum oleh Nessie Judge tentang bayangan yang berbeda arah dari dua obyek di bulan, Arroyan Pram menjelaskan dari pandangan ilmiah. Ini bagus dan dapat menjadi contoh bagi netizen. Jika memang mempunyai kemampuan (latar belakang akademis) untuk menjelaskan sesuatu, termasuk ada referensi-referensi yang dapat dipercaya, bikinlah konten jawaban.

Teori dapat dibalas dengan data, demikian pula data dapat dibalas dengan data.

😎

Bagus dibaca: Edukasi Anak Melalui Acara Anak Tidak Harus di Televisi.

Saya akui, menonton video-video di Youtube tergantung dari kesukaan saya baik pada subyek maupun materi atau temanya. Rhenald Kasali, Helmy Yahya Bicara, Ustadz Das'ad Latief, Habib Jafar, dan Guru Gembul, selalu menjadi yang terfavorit. Karena apa? Karena saya suka pribadi mereka yang super cerdas, ramah, dan santun. Berbanding terbalik dengan salah satu channel yang pemilik channel minta saran dari narasumber tapi dia sendiri yang malah kasih saran, akhirnya berhenti nonton kontennya meskipun suka sama kisah horor pendaki gunung. Saya juga pernah tidak menonton satu dua Close The Door milik Deddy Corbuzier karena tidak suka sama narasumbernya.

Mudah bukan?

Netizen yang pegang kendali atas asupan gizi ke otaknya.


Cheers.

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak