Menjadi Advokat Bukan Perkara Mudah

 


Saya terkejut melihat video pada kanal Youtube: Uya Kuya TV yang berjudul RAZMAN SUDAH GAK PENGACARA LAGI!?? KORBAN-KORBAN KEMBALI BERSUARA, TUNTUT RAZMAN DIHUKUM!! Video tersebut diunggah pada tanggal 13 September 2022. Uya ditemani lima narasumber berbicara tentang Razman Arif Nasution yang dikatakan bahwa nama Razman tidak ada di pangkalan data Dikti. Bagi saya ini luar biasa. Bukan perkara sepele. My God, I'm so shocked. Sampai melotot-melotot begitu menontonnya. Bagaimana mungkin namanya tidak ada di pangkalan data Dikti sementara ia dapat beracara sebagai advokat atau penasihat hukum.


Siapakah Razman? Awal saya tahu Razman dari permasalahan antara dia dengan Iqlima, lalu dengan Hotman Paris Nasution, dengan dr. Richard Lee, hingga Denise Chariesta. Yang paling lucu itu waktu Denise ikutan konferensi pers yang digelar oleh Razman. Kocak sekali. Kocak karena pengacara tersebut tidak mampu menahan emosinya. Bukankah seorang advokat sudah seharusnya mampu menahan emosi dan memainkan emosi lawan? Menurut saya sih begitu 😁


Dan Razman telah dilaporkan pada pihak yang berwajib/polisi. Semoga permasalahan ini dapat diselesaikan dan memberi rasa keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

Jadi, apa hubungannya antara Razman dengan judul artikel ini? Mari kita mulai.

Untuk menjadi advokat, seseorang haruslah berlatar belakang pendidikan hukum yaitu Sarjana Hukum. Universitas Flores (Uniflor) telah lama bekerjasama dengan Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Ruteng di Manggarai. Melalui kerja sama ini, para Sarjana Hukum yang hendak menjadi advokat dapat melamarkan diri, membayar sejumlah biaya, dan mengikuti pendidikan selama kurang lebih satu minggu. Nama pendidikan itu adalah Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA).

Selesai mengikuti PKPA, seseorang tidak semerta-merta menjadi advokat, melainkan harus mengikuti ujian terlebih dahulu yang diselenggarakan oleh organisasi advokat, dan magang paling kurang dua tahun secara kontinyu pada kantor advokat. Tentu saja si calon advokat tidak pernah dipidana karena melakukan suatu tindak pidana. Langkah terakhir adalah mengambil sumpah pada Pengadilan Tinggi yang tertuang dalam Berita Acara Pengambilan Sumpah Advokat. Agak ribet ya bahasa saya 😄

Dalam pengadilan konvensional, Berita Acara Pengambilan Sumpah Advokat mungkin kurang diperhatikan, tetapi dalam e-court atau pengadilan elektronik, seorang advokat yang mewakili klien dalam perkara perdata, wajib mengisi nomor Berita Acara Pengambilan Sumpah Advokat pada formulir yang disediakan. Digadang-gadang hal ini disyaratkan oleh Mahkamah Agung untuk menertibkan para advokat yang belum pernah mengambil sumpah. Semakin tertib kan semakin baik. 

Menjadi advokat memang bukan perkara mudah. Saya sih pengen jadi advokat, tapi belum tentu saya dapat berargumen dengan baik untuk membela klien (cieeee) 😁 Lagi pula untuk menjadi seorang advokat, ada banyak hal yang harus diperhatikan seperti misalnya menahan emosi di muka publik agar tidak keceplosan bicara, hingga mampu menenangkan klien layaknya bidadari with a magic touch. Senang sekali melihat orang-orang bisa sukses menjadi advokat. Semoga mereka amanah. Amin.


Ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Saya jadi ingat, sering mendengar omongan orang, "Si itu tuh, ijazahnya pakai beli, masa ngomong dasar dari ilmu akademiknya saja dia tidak tahu." Wah itu sih saya angkat tangan. Cuma pernah sih menonton video entah di Youtube atau Facebook, ada seorang perempuan diwawancarai perihal wisuda yang diikutinya ... ternyata itu ... ah sudahlah. 

Selamat bernalar ...


Cheers.

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak