Tutela, Bisnis Kuliner Karena Penasaran



Pada jaman dahulu, setiap kali ke Jogja, saya selalu menyempatkan diri membeli makanan ringan berbahan dasar ubi dan tepung bumbu. Merek dagangnya adalah Tela Tela. Betul sekali, kawan, itu adalah bisnis fransais yang marak digeluti oleh anak muda. Siapa sih yang tidak tertarik? Bahannya selalu tersedia dari tanah Indonesia, mudah membuatnya, harganya cocok di kantong anak sekolah/kuliahan. Banyak yang kemudian sukses menggeluti bisnis ini. Banyak pula yang iri tapi hanya sebatas iri tanpa termotivasi. Kan sayang, masih muda belia tapi cuma bisa iri dan nyinyir *loh, kok curhat* haha.

Setiap kali pulang dari Jogja, pada jaman dahulu itu, saya selalu berkeinginan untuk membuat Tela Tela. Bahan dasar ubi tidak jadi masalah. Bahkan lebih bagus. Ubi Nuabosi merupakan hasil bumi paling populer dari Kabupaten Ende dikarenakan ubinya amat sangat empuk sampai-sampai Kakak saya menyebutnya ubi roti. Banyak pengusaha yang menjadikan ubi sebagai bahan dasar bisnis mereka. Sebut saja Kripik M.S. dan Kripik Madani.

Oia salah satu rumah produksi kripik itu, sayang ya saya lupa yang mana, pernah mengikuti kegiatan hasil kerjasama Internetsehat (ICT Watch Indonesia dan Flobamora Community (Komunitas Blogger NTT) yaitu Seminar: Internet Bagi Perempuan, UKM, dan Komunitas. Bisnis kripik ubi di Kabupaten Ende, tidak dapat dipungkiri, melesat ke galaksi.

Kembali ke soal Tela Tela tadi. Pada jaman dahulu itu, saya kesulitan mencari tepung bumbu. Sampai kemudian, setelah ide menjual makanan sejenis Tela Tela hilang di kepala, rumah produksi kripik kemudian memproduksi kripik ubi beraneka rasa. Rasa balado, rasa keju, rasa ayam bakar, dan lain sebagainya.

TRING!

Sesuatu menyala di kepala saya. Seperti kesetrum. Bukankah tepung bumbu ini yang selalu saya cari? Lantas ide itu kembali menggeliat. Saya mulai bertanya-tanya tentang tepung bumbu yang digunakan untuk kripik itu, apakah ada dijual di Ende? Tentu, saya sudah cari-cari di internet. Ketemu banyak sekali toko-toko online yang menjual tepung bumbu serupa. Tapi kalau bisa saya dapatkan di Ende, kenapa harus memesan online yang harganya kira-kira sama (barang dan ongkos kirim)? Kakak Niniek, pengusaha cake, sampai geleng-geleng kepala karena katanya sudah lama tepung bumbu itu dijual di Ende, dia bahkan menyebut nama toko dan lokasinya. Dan lama, setela saya ingat-ingat, bukankah bisnis makanan ringan lain, makaroni, itu juga menggunakan tepung bumbu? Ooooh EEEFFFFF! Betapa lambatnya saya!

Singkat cerita *batuk-batuk* saya dan Thika segera memulai ide yang lama tertunda itu. Berjualan Tutela (namanya mirip ya, tapi bukan barang palsu loh). Kami menemukan toko yang menjual tepung bumbu; sayangnya hanya tersedia satu rasa. Tidak apa lah. Kami tetap membelinya, sekaligus membeli ubi, dan bumbu pelengkap lain (kalau di iklan namanya BUMBU RAHASIA). Sore itu, kira-kira satu bulan yang lalu) kami pun mulai menjual Tutela dengan sistem pemasaran menggunakan media sosial dan aplikasi ngobrol seperti WhatsApp.

Satu bulan menjalani bisnis Tutela, hanya dijual Jum'at dan Sabtu, saya tidak bisa bilang sudah meraup banyak keuntungan, tapi saya harus bilang bahwa keuntungannya lumayan. Ada sih yang meminta saya jualan Tutela setiap hari, tapi saya dan Thika menolaknya, karena bisnis ini sekadar untuk senang-senang sekaligus bikin lidah ikut bergoyang karena tepung bumbunya adalah bumbu balado. Jadinya kita ber-sambalado, hehe. Jarak antara open order dan close ordernya pun terbatas. Open setiap Jumat pagi, dan tutup setiap Sabtu pagi. Kenapa demikian? Karena waktu kami mulai mengantar pesanan atau menunggu pesanan diambil adalah pukul 16.00 - 22.00. Iyess, jam empat sore sampai jam sepuluh malam. Pemesan pun tidak bisa galau; misalnya pesan empat maunya boleh tambah dua (jadi enam kotak). Tentu kami menolaknya juga karena semua yang order Tutela punya hak yang sama untuk menikmatinya (setelah bayar :p) sesuai pesanan. Kami kuatir kualat kalau mengecewakan pelanggan.

Bagi saya, bisnis Tutela adalah bisnis yang paling gampang apalagi jika sudah menemukan ritme kerjanya. Promosi pun hanya melalui Facebook dan WhatsApp. Boleh juga comot-comot kalau pengen alias ngemil tanpa perlu membeli. Untungnya saya sedang diet karbo dan gula sehingga aksi mencomot tidak segencar dulu. Dan siapapun boleh lah berbisnis serupa ini. Tidak ada larangan! Paling asyik kalau mahasiswa ikutan bisnis ini. Saya jamin mereka tidak perlu meminta uang pada orangtua kalau hanya ingin membeli pulsa, fotokopi bahan kuliah, atau transportasi. Tapi jika bisnisnya digeluti dengan sungguh-sungguh dan pasar sudah bagus, saya jamin mereka bisa bayar kuliah sendiri.

Mungkin banyak yang bingung. Apa sih mau saya? Sudah punya pekerjaan tetap tapi masih mau berbisnis ini-itu. Kalau jawaban mudah, saya mau duit halal hahahaha. Sebetulnya saya ingin menunjukkan kepada dua keponakan saya bahwa selama masih sehat, diberi kekuatan kaki tangan yang baik, masih banyak pekerjaan yang bisa kita lakukan. Mulai dari nge-craft barang bekas yang kemudian justru jadi lahan bisnis, ngegarap video, menulis, sampai bisnis Tutela. Karena, Allah SWT memang telah menetapkan rejeki setiap manusia dengan porsinya masing-masing, tapi Allah SWT tidak menutup pintu rejeki lain jika manusia yang bersangkutan mau berusaha untuk mendapat lebih. Misalnya; setiap selesai shalat kita berdzikir, maka kita boleh berdzikir semampunya selama 24 jam. Amak melakukan itu; amalan berdzikir setiap hari 1.000 kali masing-masing doa yang berbeda setiap harinya.

Saya senang bisa membagi pengalaman ini dengan kalian semua, siapapun yang membacanya, terkhusus anak muda yang saat ini sedang giat mencari kerja. Jangan berpangku tangan. Mulai dari sekarang.

Oke, Jum'at dan Sabtu besok siapa saja yang mau order Tutela? Hahahah.

Salam Tutela!

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak