Mereview Filem (dan Buku)



Sabtu adalah harinya review. Sedikit mengembus angin segar kepada kalian tentang filem dan buku yang menarik untuk ditonton atau dibaca ... lagi. Lagi!? Iya, karena saya selalu mereview filem dan buku lama. Lantas, kenapa kebanyakan filem dan buku lama?

Kita mulai dari filem.

Di Ende belum ada bioskop. Bioskop Flores yang berjaya pada masa saya duduk di bangku SD sudah lama tutup. Dulu, anak SD langganan ke bioskop buat nonton filem G30S/PKI, sambil duduk di kursi kayu atau kursi sice. Dulu, anak SD sudah biasa lihat poster kain filem-filemnya Rhoma Irama dan Suzana,  melambai-lambai di depan Bioskop Flores. Dulu, saya masih bisa menikmati nonton filem bareng keluarga besar Pharmantara, filemnya berjudul Ramadhan dan Ramona yang dipernankan oleh Jamal Mirdad dan Lidya Kandouw. Dulu, setiap kali ke Bioskop Flores yang paling pertama saya ributkan adalah kotak makanan berisi bekal selama menonton. Nontonnya 15%, ngemilnya 85%. Genap seratus persen cintakuuuu.

Sekarang, saya tidak bisa melakukan itu semua.  Bahkan Toko Anda, tempat kami membeli amunisi bekal menonton filem, seperti cokelat Full Cream dan permen Bronsons, pun telah lama berganti nama (dijual/pindah tangan). Jadi, jangan harap saya akan me-review filem yang sedang booming di bioskop semacam bioskop 21 atau XXI karena bioskop semacam itu paling dekat berada di Kota Kupang yang notabene beda pulau. Sedihnya hatikuuuu.

Apakah saya harus membayar tiket pergi-pulang seharga sejutaan lebih hanya untuk menonton filem di bioskop?

TIDAAAAAAK!

Itu soal filem. Sekarang soal buku.

Sejak belum TK saya sudah bisa membaca *sombong sikit* gara-gara orangtua gemar membelikan saya buku. Ini bakal saya lakukan juga ke anak-anak saya, kelak. Kelak loh, belum sekarang, hahaha. Bagi saya buku adalah harta karun yang tidak boleh dirampas oleh orang lain. Saya suka membeli buku jika sedang berada di kota-kota yang ada toko bukunya. Bahkan pakaian saya harus pindah tempat karena lemarinya dipakai buat simpan buku.

Di Ende belum ada Gramedia, atau toko buku yang menjual buku-buku populer (tapi saya tetap harus berterimakasih pada Toko Buku Nusa Indah). Gramedia yang ada di Ende pun hanya perpanjangan tangan dari Gramedia Maumere. Bukunya kebanyakan buku lama, atau buku diskon, hampir jarang ada buku baru. Kalau mau, harus pesan dulu dan menunggu beberapa hari sampai bukunya tiba. Kalau sudah begini, saya bisa apa? ;)

Tapi, saya suka me-review filem dan buku. Menjadi perkara jika tujuan saya me-review adalah untuk dianggap up to date sama situasi bumi ini *lebay*. Bukan itu tujuan saya melakukan semua ini ni ... ni ... (((echo))).

Tahukah kalian, filem jadul selalu asyik untuk ditonton lagi? Tentu, buku lama selalu menarik untuk dibaca lagi! Hanya saja, mantan tidak terlalu menarik untuk dilirik lagi apalagi mantan yang sudah jadi suami orang. Ngakak lebar-lebar.

Suka memberikan opini saya tentang filem dan buku yang saya nonton dan baca. Bukan karena opini saya penting untuk dibaca, toh opini saya tidak berpengaruh apa-apa terhadap filem-filem dan/atau buku-buku tersebut. Saya lebih suka pada pesan moralnya.

Baca: PESAN MORAL!

Karena, selalu ada pesan yang disampaikan oleh filem dan buku. Meskipun saya masih suka nyinyir pada filem dan buku yang menurut saya terlalu dipaksakan untuk diproduksi. Bah, bahasanya, hahaha. Tentu pesan yang ditangkap oleh setiap orang beda-beda dari filem yang mereka tonton dan buku yang mereka baca.

Contohnya?

Contohnya filem berjudul Toilet Ek Prem Katha. Bagi saya filem itu berpesan tentang pentingnya sanitasi (manusia dan lingkungan) dan perlindungan hak-hak wanita. Tapi bisa saja bagi orang lain filem itu tentang konflik rumah tangga antara suami-isteri atau mertua-menantu.

Contoh lain, menurut saya buku terakhir Supernova, yang terlalu dipaksakan dengan ending yang sedikit mengecewakan, menyampaikan pesan tentang kondisi Indonesia sekarang. Tapi bisa saja bagi orang lain pesan yang ditangkap adalah tentang manusia indigo, persahabatan, kepercayaan, dan lain sebagainya.

Me-review filem dan buku juga susah-susah gampang. Karena, kembali pada pendapat setiap orang yang beda-beda tadi, bisa saja review yang sudah susah-susah kita tulis justru di-bully habis-habisan oleh netizen. Padahal kita tidak melakukan kesalahan apa-apa, karena kan pendapat setiap orang jelas beda-beda.

Kalau semuanya satu pendapat, bukankah hidup menjadi tidak asyik lagi?

Jadi, itulah alasan kenapa saya tetap ngotot me-review filem dan buku, meskipun filem dan buku lama. Masih banyak pesan moral yang bisa kita tangkap dari filem dan buku lama tersebut. Percayalah, saya jujur.

Sabtu ini saya tidak berniat me-review filem atau buku. Ini tanggal merah (apa hubungannya, coba?). Selamat merayakan liburan, fellaz. Selamat menikmati filem-filem lama, dan buku-buku yang juga sudah lama tersimpan di lemari.


Salam review.

2 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

  1. Jadi karena keterbatasn sumber review ya.

    Kalau menurut saya sih nggak masalah walaupun yang di review film atau buku lama.

    Karena selain bisa memetik pesan-pesanya, reviewnya juga akan memberi isnpirasi dan ilmu.

    Btw, blog Mbk Tuteh banyak banget dan umurnya tua-tua.

    Kalau di lihat dari arsip blog ini, Mbk Tuteh sangat konsisten banget ya menulisnya.

    Nggak kaya saya, yang nulisnya masih 1 minggu seklai dan seenaknya sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nih, sumber dayanya yang selalu terbatas. Hehehe. Tapi ya itu tadi saya selalu melihat pesan moralnya. Itu penting.

      Soal update blog, dulu dulu saya juga jarang update, hehehe baru baru aja ini yang rajin. Dan kalau baca-baca lagi tulisan lama, di blog-blog lainnya pun, rasanya lucu sama gaya menulisnya hehehe.

      Tak apa lah seminggu sekali, yang penting konsisten.

      Hapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak