Kita Butuh Pemimpin Seperti KDM

 

Di tengah hiruk pikuk kehidupan politik dan dinamika pembangunan di Indonesia, seringkali kita merindukan sosok pemimpin yang otentik, merakyat, dan memiliki pendekatan yang betul-betul berbeda sehingga menyentuh hati masyarakat. Pemimpin yang tidak hanya berbicara di podium dan banyak janji tanpa ada satu pun yang ditepati, tetapi juga hadir di tengah-tengah masyarakat, merasakan langsung denyut nadi kehidupan mereka. Dan ya, kita butguh pemimpin seperti Kang Dedi Mulyadi. Sosok idola se-Indonesia meskipun saat ini memimpin satu wilayah saja yakni Provinsi Jawa Barat.

Kang Dedi Mulyadi atau Bapak Aing atau KDM, nama yang mungkin tidak asing lagi bagi banyak telinga. Kiprahnya sebagai Bupati Purwakarta dua periode dan kini sebagai anggota DPR RI telah memberinya tempat tersendiri di hati masyarakat. Mengapa demikian? Ada beberapa aspek kepemimpinan KDM yang menurut saya patut kita jadikan referensi, bahkan menjadi harapan kita bersama akan masa depan kepemimpinan di Indonesia. Meskipun KDM disebut sebagai Gubernur konten tapi itu tidak masalah. Justru hasil kontennya itu dikembalikan ke masyarakat sehari Rp 30Juta. Fantastikaaaaaaaaaa.


Salah satu ciri paling menonjol dari KDM adalah kedekatannya dengan rakyat. Ia bukan tipe pemimpin yang "berjarak" dengan konstituennya. Justru sebaliknya, KDM seringkali turun langsung ke pelosok desa, berdialog dengan petani, pedagang kecil, hingga warga yang hidup dalam keterbatasan. Ia tak segan duduk lesehan, makan di warung sederhana, bahkan membantu warga yang sedang kesulitan. Bahkan, sampai turun ke got/selokan untuk membersihkannya dari sampah yang bikin saluran mampet. Pendekatan ini jauh dari kesan pencitraan semata. Bukan blusukan terus cuma omon-omon semata. Ini adalah bentuk empati dan keinginan tulus untuk memahami masalah yang dihadapi masyarakat secara langsung. Dengan begitu, kebijakan yang lahir pun diharapkan akan lebih tepat sasaran dan benar-benar menyentuh kebutuhan akar rumput. Kita butuh pemimpin yang tak ragu kotor dan berpeluh demi rakyatnya.

KDM juga dikenal sebagai pemimpin yang sangat menghargai kearifan lokal dan budaya Sunda. Selama memimpin Purwakarta, ia banyak mengintegrasikan nilai-nilai budaya dalam pembangunan dan tata kelola kota. Patung-patung tokoh pewayangan, taman-taman yang asri dengan ornamen tradisional, hingga kegiatan-kegiatan kebudayaan yang terus dihidupkan, menjadi bukti nyata. Pendekatan ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak harus selalu meninggalkan akar budaya. Justru, dengan menggali dan memperkuat identitas budaya, sebuah daerah bisa memiliki karakter yang kuat dan keunikan tersendiri. Kita butuh pemimpin yang memahami bahwa kemajuan harus selaras dengan pelestarian identitas bangsa.

Ikat kepala yang sering dipakai KDM itu dikenal dengan nama iket Sunda atau kadang juga disebut iket totopong. Ini memang salah satu ciri khas penampilannya yang sangat ikonik dan mudah dikenali. Ikat kepala ini bukan hanya aksesori, tetapi juga memiliki makna budaya yang kuat dalam tradisi Sunda. Bentuk dan cara pemakaiannya bervariasi, namun secara umum mencerminkan nilai-nilai luhur dan identitas budaya Sunda.

Meskipun seringkali tampil dengan gaya yang santai, KDM dikenal memiliki daya analisis yang tajam dan kemampuan untuk memberikan solusi praktis terhadap masalah. Ketika ada keluhan warga, ia seringkali langsung merespons dan mencari jalan keluar, bahkan dengan melibatkan dirinya secara langsung. Ini menunjukkan ketanggapan dan kepedulian yang tinggi. Dalam dunia yang serba cepat seperti sekarang, kita butuh pemimpin yang tidak hanya pandai membuat rencana jangka panjang, tetapi juga mampu memberikan solusi cepat dan efektif untuk masalah-masalah mendesak yang dihadapi masyarakat. Aksi nyata jauh lebih berharga daripada janji-janji belaka.

Tentu, tidak ada pemimpin yang sempurna. KDM pun pernah menghadapi kritik atau kontroversi. Namun, yang menarik adalah bagaimana ia tetap relevan dan memiliki daya tarik yang kuat di mata publik. Mungkin karena autentisitas dan konsistensi dalam gaya kepemimpinannya yang merakyat tersebut. Ia tidak mencoba menjadi orang lain, dan itu yang membuatnya dipercaya. Kita tidak butuh pemimpin yang tampil sempurna tanpa cela, karena itu mustahil. Tapi kita butuh pemimpin yang berani menjadi dirinya sendiri, berani turun ke lapangan, dan berani mengakui kekurangan sembari terus berupaya memberikan yang terbaik.

KDM hanyalah salah satu contoh. Namun, pola kepemimpinan yang ia tunjukkan, yaitu kedekatan dengan rakyat, penghargaan terhadap budaya, dan responsivitas terhadap masalah, adalah cerminan dari apa yang mungkin sebagian besar dari kita harapkan dari seorang pemimpin.

Dan KDM itu pun ada singkatan tersendiri dalam perspektif saya. 

K: Kompeten

Seorang pemimpin yang kompeten adalah dia yang memiliki kapasitas dan keahlian yang mumpuni di bidangnya. Bukan hanya sebatas gelar atau jabatan, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang isu-isu yang dihadapi masyarakat, serta kemampuan untuk merumuskan solusi yang efektif. Kompetensi juga berarti memiliki visi yang jelas, mampu menganalisis situasi, dan mengambil keputusan yang tepat di tengah berbagai tantangan. Kita membutuhkan pemimpin yang bukan hanya reaktif, tetapi juga proaktif. Yang bisa melihat jauh ke depan, mengidentifikasi potensi masalah, dan menyiapkan strategi untuk menghadapinya. Kompetensi ini akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada rakyat, bukan sekadar kebijakan populis yang sesaat.

D: Dedikasi

Dedikasi adalah tentang pengabdian tanpa pamrih. Seorang pemimpin yang berdedikasi akan mencurahkan seluruh tenaga dan pikirannya demi kepentingan rakyat. Mereka tidak akan tergoda oleh kepentingan pribadi atau kelompok, melainkan fokus pada kemajuan bersama. Dedikasi juga berarti kesediaan untuk bekerja keras, bahkan dalam kondisi sulit sekalipun, demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pemimpin yang dedikatif adalah mereka yang rela mengesampingkan kenyamanan pribadi demi tugas dan tanggung jawab. Mereka adalah sosok yang bisa menjadi teladan bagi bawahannya dan masyarakat luas, menunjukkan bahwa memimpin adalah sebuah panggilan jiwa, bukan sekadar profesi.

M: Melayani

Filosofi kepemimpinan yang paling mendasar adalah melayani. Pemimpin ada untuk melayani rakyat, bukan untuk dilayani. Ini berarti pemimpin harus menjadi pendengar yang baik, memahami aspirasi dan keluh kesah masyarakat, dan responsif terhadap kebutuhan mereka. Melayani juga berarti memastikan bahwa setiap kebijakan dan program yang dijalankan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi kehidupan rakyat. Pemimpin yang melayani akan selalu menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya. Mereka akan menciptakan birokrasi yang ramping dan efektif, memastikan akses layanan publik yang mudah, dan menghilangkan hambatan-hambatan yang merugikan masyarakat. Pendekatan ini akan membangun kepercayaan antara pemimpin dan yang dipimpin, menciptakan sinergi positif untuk kemajuan bangsa.

Ya, bukan hanya warga Provinsi Jawa Barat, seluruh masyarakat Indonesia mengapresiasi kepemimpinan KDM yang menerobos sekat birokrat. Bayangkan, bahkan ada pasangan suami isteri dari Sulawesi menempuh perjalanan darat agar bisa bertemu KDM. Luar biasa sekali. Karena semua yang dilakukannya sangat masuk akal dan tepat sasaran, termasuk penitipkan anak-anak bermasalah (dalam kriteria tertentu) ke barak militer untuk digembleng kepribadiannya. 

Semoga akan lahir lebih banyak KDM di Indonesia! Cerdas, peka, dan solutif!


Cheers.


Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak