Investasi Kesalahan di Masa Muda (Kayaknya Saya Sudah Tua)


Setiap orang pasti menua by default. Siapa pun yang mengaku masih muda tidak menyadari semuda apa usianya. 10 tahun, 23 tahun, 44 tahun. 10 tahun itu tua, karena dia pernah berada di usia yang jauh lebih muda. Seiring bertambahnya usia, tubuh mulai menunjukkan tanda-tanda tertentu, sebagai alaram bahwa sedang terjadi sesuatu di dalam. Saran saya, jangan pernah mengabaikan tanda-tanda itu, sekecil atau seminim apa pun. Karena kita bukan tabib, bukan pula dokter, yang bisa menganalisa segalanya hanya dengan mengandalkan Google. Belum tentu yang cocok bagi orang lain, cocok pula bagi kita.

Jum'at pada dua minggu yang lalu saya memutuskan pergi ke dokter karena kaki membengkak dan tanda-tanda lainnya. Sebenarnya ada rasa malas, tapi didesak Mbak In (keponakan) dan Elda (isterinya adik sepupu). Di klinik dokter Lily Londa, Klinik Anggrek, petugas memeriksa kondisi darah. Saya pikir pasti hasilnya bakal sangat tinggi karena baru selesai makan di acara keluarga satu jam sebelumnya. Benar saja. Gula dalam darah melonjak 495, kolesterol 250, asam urat 8,5. Wah wah wah, angka-angkanya bikin ngeri. Sengeri dokter Lily melihat wajah saya.

Dokter meresepkan sejumlah obat, termasuk obat rutin dan obat maag, dan memberi jatah asupan makanan dan minuman sebagai berikut:

Nasi 7 sendok akan per sekali makan.

Sayur (sawi dan selada) boleh ditumis minim minyak.

Tidak boleh minum kopi, susu, dan teh.

Tidak boleh jajan.

Dan tentu saja hanya boleh minum air putih!

Rasanya sangat sengsara. Biasanya setiap pagi saya minum kopi susu dan makan gorengan atau kudapan lain. Tapi kali ini cuma bisa melihat rekan-rekan kerja menikmati itu semua. Huhu. Sementara saya sudah sarapan di rumah dan membawa bekal makan siang. Semua sesuai petunjuk dokter baik jenis makanan, cara pengolahan, hingga porsinya. Setiap perut merintih pada jam-jam jajan (biasanya diisi gorengan, donat, wajik), saya hanya menegak air putih. Biarlah. Demi sehat ini. Ingat kan di atas saya menulis obat maag? Nah, obat maag ini yang memegang peranan penting (di awal) dalam pola makan yang baru ini.

Hari kedua, saya mengalami pusing dan mual setengah mampus, lalu muntah-muntah. Akhirnya salah satu obat dihentikan. Yang lainnya, kembali pada anjuran/saran dokter.

Minggu, hari ketiga, setelah makan saya mengetes darah di Reni (isterinya keponakan). Yah, kenapa selalu setelah makan? Entahlah ... memang sudah begitu yang terjadi. Dan hasilnya gula dalam darah 303, kolesterol 253, asam urat 9,5. Malah naik ya kolesterol dan asam uratnya. Tidak apa-apalah. Niat diet harus tetap dijalani karena itu satu-satunya harapan saya untuk bisa menurunkan kadar gula dalam darah. Para pejuang insulin pasti related banget dengan kondisi ini.

Kamis pada minggu yang lalu saya ke Mbay, kembali Reni mengetes darah saya. Oh ya, dia memang berdomisili di Mbay, ke Ende karena ada acara keluarga. Lagi-lagi, saya mengetes darah setelah makan siang. Sumpah, saya terbahak-bahak mengingatnya.Tes darah selalu setelah makan. Oh ya, hasilnya adalah kadar gula dalam darah 326, kolesterol 101, asam urat 9,2. Loh loh loh kok kadar gula dalam darah menjadi naik? Iya ... saya sempat berselingkuh dengan sepotong roti. Reni menyarankan saya untuk mengganti nasi putih dengan nasi merah.

Baiklah.

Sejak Kamis itu saya mulai memakan nasi merah dengan takaran yang sama. Takaran diet. Hasilnya? Senin saya melakukan tes darah lagi. Kali ini khusus untuk diabetes saja. Gula darah sebelum puasa berada di angka 146, dan setelah puasa berada di angka 149. Saya melonjak kegirangan. Angka-angka itu bak mukjizat. Alhamdulillah. Hasil tidak mengkhianati usaha. Dokter pun senang dengan hasilnya. Beberapa anjuran masih tetap diberikan dokter, termasuk tetap tidak boleh minum kopi, dan makan tetap 7 sendok. Sementara obat yang dihentikan karena saya mual dan muntah itu juga dihentikan jika memang membikin mual dan muntah. Obat itu adalah obat diabetes.

Jadi, apa moral of the story dari kisah ini? 

Semua yang terjadi adalah investasi kesalahan saya di masa muda (kayaknya saya sudah tua). Karena pola makan tidak teratur, jajan seenaknya, minum seenaknya. Jajan pabrikan, hajar! Jajan tradisional, hajar! Minuman kekinian, hajar! Nasi, hajar! Mau jadi apa tubuh ini kalau terus-terusan menerima semua itu, setiap hari. Bahkan saya pernah menghabiskan sebungkus kacang mede (mente) sendirian. Uh la la. Makanya asam urat melonjak.

Saya tidak melarang siapa pun yang membaca tulisan ini untuk berhenti jajan, seperti yang saya lakukan, tapi alangkah baik memberikan tubuh asupan yang jauh lebih sehat. 


Cheers.

 

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak