Jangan Suka Nyablak Karena Bicara Itu Ternyata Ada Seninya


Jangan Suka Nyablak Karena Bicara Itu Ternyata Ada Seninya. Hai kalian bos-bos pembaca blog! Di rumah saja akibat penyebaran virus Corona di Indonesia memberi kesempatan pada kita untuk melakukan banyak kegiatan. Salah satunya: membaca buku. Coba kalian ingat-ingat lagi, sudah berapa banyak buku yang dibaca sepanjang tahun 2020 yang baru berjalan tiga bulan ini? Lima? Atau bahkan sudah enam belas buku? Tentu dua minggu dirumahkan bukan berarti saya semata-mata membaca buku. Banyak kegiatan lain yang juga dilakukan antara lain nge-blog dan membikin video: Blogging, BlogPacker, dan Podcastuteh untuk diunggah di Youtube. Yuhuuuuu. By the way, salah satu buku yang saya baca setelah buku berjudul The Secret of Ikigai adalah Bicara Itu Ada Seninya. Artinya, jangan suka nyablak! Haha.

Baca Juga: Fiersa Besari Memang Jagoannya Merangkai Kata-Kata

Seperti apa sih buku berjudul Bicara Itu Ada Seninya?

Cekidot!

Bicara Itu Ada Seninya


Bicara Itu Ada Seninya ditulis oleh Oh Su Hyang. Oh Su Hyang adalah seorang dosen dan pakar telekomunikasi di Korea Selatan. Jadi, kalian jangan hanya tahu K-Pop, Drama Korea, atau Tuba Entertainment yang memproduksi Larva, tetapi juga harus tahu bahwa dari negara unik itu juga ada seorang pakar telekomunikasi. Diterjemahkan oleh Asti Ningsih, buku terbitan Penerbit Bhuana Ilmu Populer (BIP) yang merupakan Kelompok Gramedia ini bersampul hitam dengan tulisan berhuruf besar berwarna putih. Tagline-nya: The Secret Habits to Master Your Art of Speaking (Rahasia Komunikasi yang Efektif)Sebanyak 238 kita akan diajarkan secara tidak langsung tentang seni berbicara. Tahukah kalian, ternyata storytelling merupakan plot yang kokoh?

Saya tertarik dengan narasi pada sambul belakang buku ini:

Ketika komunikasi menjadi hal yang penting untuk bersaing, pakar komunikasi Oh Su Hyang mengeluarkan buku yang sangat berarti. Selain berisi tentang pengalaman pengembangan diri, buku ini juga membahas tentang teknik komunikasi, persuasi, dan negosiasi.

Lalu bagaimana cara berbicara yang baik? Apakah berbicara dengan artikulasi yang jelas? Atau berbicara tanpa mengambil napas? Tidak! Sebuah ucapan yang bisa disebut baik adalah yang bisa menggetarkan hati. Ucapan seorang juara memililki daya tarik tersendiri. Ucapan pemandu acara memiliki kemampuan untuk menghidupkan suasana. Anda harus pandai berbicara untuk menunjukkan diri Anda kepada lawan bicara dalam kehidupan sosial. Orang yang berbicara dengan mahir akan menjadi lebih maju daripada yang lainnya. Untuk mencapai tujuan komunikasi, persuasi, dan negosiasi, Anda harus mengetahui metode komunikasi yang efisien.


Berisi bab-bab dengan bahasa yang ringan, pengalaman-pengalaman, ragam tips dan trik, saya pikir kalian wajib membaca buku yang satu ini.

Mengajarkan Tanpa Harus Menggurui


Saya sering menulis tentang para penulis yang mengajarkan banyak hal baik pada pembacanya tanpa terkesan menggurui. Tetapi sebenarnya kalau penulis itu memang menggurui ya tidak masalah sepanjang mereka punya kapabilitas untuk melakukannya. Di dalam Bicara Itu Ada Seninya, pembaca diajak untuk mengetahui alasan takut berbicara. Salah satunya karena trauma salah ucap. Saya sering mengalami salah ucap. Tapi untuk sampai pada tahap trauma, belum. Karena toh saya pribadi tidak mengalami kendalam saat berbicara di muka publik. Itu saya. Tapi pasti beda dengan orang lain yang bahkan untuk berdiri di muka publik saja bergetar seluruh tubuh. Intinya adalah harus membuang rasa takut tersebut. Itu yang diungkapkan oleh Oh Su Hyang.

Mengubah cara bicara, mengubah cara hidup, juga tertuang di dalam buku ini. Mengubah cara bicara tidak terjadi sekedip mata. Oh Su Hyang mengajarkan tentang latihan di balik panggung gelap, dengan contoh (alm.) Steve Jobs. Membaca bagian ini saya ingat diri sendiri. Jujur, saya seringkali berbicara dengan nada yang cukup tinggi, kecepatan cahaya, sehingga sering belepotan. Diimbuh suara yang cempreng. Oh lala, yang mendengar saya bicara pasti langsung sakit kepala. Tetapi setelah menjadi penyiar radio, saya harus bisa menjadi orang lain yang mendengarkan diri sendiri berbicara. Ah, ternyata memang benar, bicara itu ada seninya. Hahaha.

Perkara yang juga diajarkan Oh Su Hyang dalam Bicara Itu Ada Seninya adalah tentang Sepuluh Aturan Komunikasi:

1. Kata-kata yang tidak bisa diucapkan di "depan", jangan dikatakan di "belakang". Gunjingan sangatlah buruk.

2. Memonopoli pembicaraan akan memperbanyak musuh. Sedikit berbicara dan perbanyak mendengar. Semakin banyak mendengar akan semakin baik.

3.Semakin tinggi intonasi suara, makna dari ucapan akan semakin terdistorsi. Jangan menggebu-gebu. Suara yang rendah justru memiliki daya.

4. Berkata yang menyenangkan hati, buka sekadar enak didengar.

5. Katakan yang ingin didengar lawan bicara, bukan yang ingin diutarakan. Berbicara yang mudah dimengerti, bukan yang mudah diucapkan.

6. Berbicaralah dengan menutupi aib dan sering memuji.

7. Berbicara hal-hal yang menyenangkan, bukan yang menyebalkan.

8. Jangan hanya berkata dengan lidah, tetapi juga dengan mata dan ekspresi. Unsur non-verbal lebih kuat daripada unsur verbal.

9. Tiga puluh detik di bibir sama dengan tiga puluh tahun di hati. Sepatah kata yang kita ucapkan mungkin saja akan mengubah kehidupan seseorang.

10. Kita mengendalikan lidah, tapi ucapan yang keluar akan mengendalikan kita. Jangan berbicara sembarangan dan bertanggungjawablah terhadap apa yang sudah Anda ucapkan.


Sehingga, kalau kalian menyimpulkan buku ini tidak hanya menuangkan 'ilmu' berbicara di muka publik tetapi juga terhadap teman ... betul sekali. Tentunya masih banyak pelajaran lain yang bisa kalian ambil dari buku ini demi kelancaran komunikasi baik dengan orangtua, saudara, kawan, tetangga, kekasih, maupun musuh! Hehe.

Mengaplikasikannya Dalam Kehidupan Sehari-Hari


Beberapa teman-teman yang hendak mengikuti ujian skripsi sering bertanya pada saya, bagaimana bersikap di dalam ruang sidang skripsi. Saran saya pada mereka:

Pertama:
Harus menguasai penelitian yang sudah diubah dalam bentuk skripsi tersebut! Bagaimana bisa berbicara kalau materinya tidak dikuasai? Kuasai permasalahannya, kuasai undang-undang yang dipakai, kuasai pemecahan masalahnya.

Kedua:
Berbicara tanpa 'eee', tanpa 'anu'. Berbicaralah dengan tegas, lugas, tanpa keraguan sedikit pun, namun tidak berkesan sombong. Karena biarpun kalian menguasai 100% materi tetapi tidak didukung dengan kemampuan berbicara yang baik ... Wassalam. Oleh karena itu, harus berlatih berbicara dimulai dengan "Selamat pagi, nama saya Abcefg, NIM sekian, judul penelitian saya adalah Ini Itu Adalah Ini Itu".

Ketiga:
Menatap wajah dosen dengan tatapan pasti. Percaya diri.

Keempat:
Bawa selalu Tuhan dalam setiap perkataan.


Jadi, kawan, jangan pernah menganggap remeh para pewara alias master of ceremony. Apa pun acara kalian, tanpa pewara, bakal garing. Merekalah yang membawa acara kalian menjadi terarah dan meriah. Pewara bukan sekadar pewara, tetapi mereka harus menguasai pula inti acara yang dibawakan tersebut. Otak mereka harus menerima informasi-informasi baru, mengolahnya, untuk melengkapi pekerjaan membawa acara. Saya sering sedih kalau mendengar orang-orang berkata: apa eeee omong begitu saja bayar sampai jutaan. Kadang saya langsung membalas: mau yang murah? MC sendiri, jangan minta jasa MC kondang. Meskipun bukan pewara tapi saya sangat tahu persis betapa susahnya jadi pewara, terutama pewara perempuan yang selain mengandalkan otak dan seni berbicara, juga harus memerhatikan penampilan.

Semoga pos ini bermanfaat untuk kalian semua.

Selamat menikmati akhir minggu. Dan setidaknya saya cukup senang mendengar berita dari RRI Ende yang mengabarkan ODP di Ende dari 22 turun hingga 3. Dari 3 ODP, 2 sudah dirumahkan (karantina diri sendiri), 1 masih dirawat di ruang karantina RSUD Ende karena masih balita. Semoga badai ini lekas berlalu ...

#SabtuReview



Cheers.

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak