Teknologi Sederhana Alat Pemeras A-la Masyarakat Ende



Hola, jumpa lagi di #SelasaTekno. Harinya berbagi informasi tentang teknologi, baik teknologi paling sederhana dari peradaban umat manusia, hingga teknologi canggih yang sudah sangat membantu kehidupan umat manusia. Selasa kemarin saya menulis tentang teknologi dari lini pertanian hasil meliput kegiatan pembuatan pupuk dan pestisida oleh mahasiswa peserta KKN-PPM Uniflor 2019 di Dusun Detubapa, Desa Wolofeo, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende. Termasuk, bagaimana cairan petrogenol yang bahenol, yang mampu memikat lalat jantan sehingga tujuan merusak buah-buahan di pohon gagal arah hahaha.

Baca Juga: 1 Video 3 Aplikasi

Hari ini, dari hasil liputan (kalau yang ini liputan proyek pribadi bukan kantor haha) kegiatan PID dua minggu lalu di Desa Watusipi, Kecamatan Ende Utara, Kabupaten Ende, saya terinspirasi untuk menulis tentang alat pemeras sederhana yang sering dipakai masyarakat. Oh ya, seperti biasa kalau ada proyek video seperti ini, maka videografernya sudah pasti Cahyadi, saya hanya bagian menyunting saja, agar tidak mengganggu pekerjaan utama. Tentang si alat pemeras, bukan baru pertama kali saya melihatnya, bahkan dulu waktu masih SD di SDI Ende 11, sering sekali menonton para ine (mama dalam bahasa Suku Ende) di kompleks sekolah memeras wa'ai ndota.

Seperti apa teknologi sederhana ini? Cekidot!

Alat Pemeras Sederhana


Saya sarankan kalian untuk membaca pos berjudul Wa'ai Ndota, Makanan Pokok Pengganti Nasi yang dipos di blog travel. Alat pemeras sederhana terdiri atas:

Dua kayu yang dipatok/tanam di tanah.
Dua kayu bakal penjepit.
Tali (lebih bagus tali karet).

Jarak dua kayu yang dipatok di tanah disesuaikan dengan panjang dua kayu yang bakal dipakai untuk menjepit. Jangan lupa, dua kayu untuk menjepit ini bagian salah satu ujungnya diikat dengan tali berbahan karet yang biasanya berasal dari binen atau ban dalam yang digunting agar menyerupai tali. Jadi modelnya seperti capit makanan.

Selain itu, bisa juga seperti pada gambar berikut ini:



Ada tonggak yang dipakai, terus satu kayu untuk memeras, dan satu kayu pendek dilapisi seng untuk menahan. Hasil perasan, pada gambar di atas adalah CCO alias minyak kelapa, ditampung di basko. Unik ya hehe.

Berbeda dari proses memeras wa'ai ndota yang menggunakan dua kayu sama panjang, bungkusan wa'ai ndota diletakkan di bagian dekat tali pengikat terus diduduki hingga airnya lebih banyak yang keluar karena bobot menekan saat memeras dengan tangan dan bobot tubuh itu beda. Kenapa air perasan wa'ai ndota disimpan juga di baskom? Karena air perasan ini bakal jadi makanan turunan lain yaitu alu ndene. Untuk lebih jelasnya, kalian wajib membaca pos berjudul Ini Dia Alu Ndene Yang Disebut Pizza Ende. Agar kita sepemahaman.

Baca Juga: Gate: Rak Serbaguna

Mungkin di tempat kalian sudah memakai alat pemeras super canggih untuk memeras ampas minyak (setelah kelapa parut digoreng) bakal minyak goreng atau memeras apapun yang perlu diperas, haha. Tapi di daerah kami, alat pemeras sederhana ini masih dipakai bahkan oleh kelompok ibu-ibu di desa yang bergerak di dunia usaha pembuatan/pengolahan minyak goreng. Dari teknologi sederhana, dapat membantu perekonomian keluarga mereka. 

Bagaimana dengan di daerah kalian, kawan?



Cheers.

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak