Cerita Dari Wisuda Uniflor 2019 Sampai Iya Boleh Camp


Cerita Dari Wisuda Uniflor 2019 Sampai Iya Boleh Camp. Sebenarnya Senin ini di #SeninCerita dan #CeritaTuteh ada banyak yang ingin saya tulis, gado-gado, campur-campur, tapi sebagian sudah saya tulis di blog travel dalam pos berjudul Konsep Pecinta Alam dan Traveling di Kafe Hola dan pos berjudul Pemburu Sunset: Pantai Ndao - Ende. Alhamdulillah. Tersisa beberapa cerita saja dan dua diantaranya tertuang dalam pos hari ini tentang kegiatan Wisuda Uniflor 2019 dan kegiatan Iya Boleh Camp yang diselenggarakan pada hari yang sama. Sabtu! Makanya Sabtu yang harusnya diisi dengan #SabtuReview absen dulu. Hehe. Satu cerita lagi tentang IG: @info_flores bakal saya pos pada #SelasaTekno.

Baca Juga: Persiapan Kegiatan Wisuda Dengan Tema Kabupaten Nagekeo

Dua kegiatan dalam satu hari ... sibuk donk? Lumayan sibuk sih. Tapi menyenangkan karena pada akhirnya saya menetapkan tanggal 12 Oktober sebagai Hari Kemerdekaan Negara Kuning. Kepo kan? Makanya, dibaca sampai selesai *kedib*.

Bangun Lebih Pagi Demi Dirias


Cerita ini bermula dari Sabtu subuh di mana saya bangun lebih pagi untuk mandi dan bersiap-siap sambil menunggu keponakan saya Kiki Abdullah datang. Iya, dia yang merias wajah saya. Sepanjang saya bekerja di Uniflor, baru Sabtu kemarin saya mau dirias untuk kegiatan wisuda. Biasanya sih wajah polos lugu seperti hari-hari biasa. Hehe. Entah. Saya juga masih berpikir kenapa pada tahun 2019 saya mau dirias seperti itu sama Kiki. Riasannya sederhana/ringan sesuai permintaan saya tapi Kiki tidak mau melewatkan bulu mata dan softlens.


Gosh! Wajah saya yang berminyak sungguh keterlaluan. Haha. Maaf ya, Ki. Janji deh saya akan lebih rajin merawat wajah berminyak ini. Dududud.


Setelah saya dirias, giliran Thika, karena dia juga bakal tampil di Iya Boleh Camp, menemani Syiva gantiin Bundanya emoh tampil dalam Lomba Parade Pakaian Nusantara. Selesai dirias, dengan perasaan berbunga-bunga berangkatlah saya ke kampus yang ternyata sudah cukup ramai. 

Wisuda Uniflor 2019


Beberapa hari terakhir saya sudah sering menulis tentang kegiatan wisuda Uniflor 2019 yang diselenggarakan pada tanggal 12 Oktober. Sejumlah 769 Wisudawan-Wisudawati boleh berbangga, pun orangtua mereka. Tahun 2019 panitia menetapkan tema yaitu Kabupaten Nagekeo. Oleh karena itu mulai dekorasi panggung, aneka booth foto, sampai pakaian baik pakaian panitia maupun dosen dan karyawan Uniflor harus bertema Kabupaten Nagekeo. Khusus pakaian lebih tepatnya pakaian tradisional Kabupaten Nagekeo.


Pakaian tradisional Kabupaten Nagekeo dapat dibagi sebagai berikut:

1. Perempuan

Perempuan Kabupaten Nagekeo memakai kain tenun ikat bernama Hoba Nage yang warnanya didominasi merah, dan baju bernama Kodo berbahan beludru yang berwarna hitam dengan aksen bordiran kuning/emas berpadu bordiran merah. Kalau bukan beludru, kain hitam apa saja pun boleh sebagai bahan Kodo ini. Tetapi, untuk perempuan yang menetap di Kota Mbay, umumnya memakai tenun ikat bernama Ragi Woi dipadu atasan warna putih, hitam, atau kuning. Kadang juga memakai Ragi Woi dipadu Kodo.


Hoba Nage dan Kodo itu seperti yang dipakai oleh Kakak Ully Nggaa (kanan dari pembaca) yang memakai ikat kepala itu.

2. Lelaki

Lelaki Kabupaten Nagekeo memakai kemeja putih lengan panjang, tenun ikat Ragi Woi, dipadu selendang yang dilipat sedemikan rupa melingkar dada dan bahu.



Sabtu kemarin saya senang sekali karena nuansa kuning ada di mana-mana, meskipun banyak juga yang memakai Hoba Nage. Bahkan para penari perempuan penyambut Wisudawan dan Wisudawati memakai Ragi Woi yang dibikin persis rok, dan atasan Kodo. Ausam!




Betul-betul harinya Negara Kuning. Dan sebagai Presiden Negara Kuning saya sampai menitikkan air mata haru. Hehe.


Dan yang tidak boleh dilupakan, anak-anak Resimen Mahasiswa (Menwa) juga turut ambil bagian dalam pengamanan kegiatan wisuda kemarin. Keren kan? Uniflor itu lokasinya boleh di kampung, tapi segala sesuatunya tidak kalah dengan universitas lain di kota besar. Kami punya segalanya, sombong sedikit boleh kan, terutama ragam fasilitas ini itu terkait dunia akademik dan fasilitas pendukungnya.

Iya boleh Camp


Adalah Rikyn Radja, koreografer kondang itu, menghubungi saya untuk menjadi juri Lomba Mewarnai kegiatan Iya Boleh Camp yang diselenggarakan oleh Nestle Dancow. Mengutip dari yang ditulis Kakak Mey Patty di status Facebooknya, Iya Boleh Camp merupakan Parenting Event yang sudah diselenggarakan di 94 kota di seluruh Indonesia dan Sabtu tanggal 12 Oktober 2019 kemarin dilaksanakan di Kota Ende. Iya, Kota Ende adalah kota yang ke-95. Sebagai Orang Ende, tentu saya bangga kegiatan berskala nasional ini bisa digelar di Kota Ende. Anak-anak di kota kami membutuhkan kegiatan serupa untuk lebih mengasah bakat dan kreatifitas mereka.

Iya Boleh Camp menggelar tiga lomba yaitu:
1. Lomba Aksi Cilik yang diikuti 21 anak.
2. Lomba Parade Pakaian Nusantara yang diikuti 33 pasang (anak dan mama/pendamping).
3. Lomba Mewarnai yang diikuti oleh 276 anak.
Dari total 400-an pendaftar.


Awalnya saya memang hanya dihubungi untuk menjadi juri Lomba Mewarnai saja, tetapi saat TM ternyata saya dan Kakak Mey bersama-sama menjuri tiga lomba yang digelar tersebut. Baiklah. Yang paling menarik dari Iya Boleh Camp adalah dress code-nya adalah kuning! Oh My God! Saya berbunga-bunga. Hehe.

Makanya, Sabtu kemarin setelah hadir di kegiatan wisuda, bersama-sama Kakak Rosa mengurus ini itu yang berkaitan dengan seksi kepanitiaan kami, saya pun ijin pergi ke Graha Ristela yang terletak di Jalan El Tari, Ende. Ini gedung baru serbaguna yang cukup besar-memanjang dan sering dipakai untuk acara pernikahan dan/atau kegiatan ini itu. Tiba di Graha Ristela, untungnya masih dapat space parkir sepeda motor, saya langsung melenggang ke dalam ruangan mencari meja juri. Hehe. Ketemu Kakak Mey, duduk santai sedikit, acara akhirnya dimulai. Alhamdulillah.


Acara dimulai dengan penampilan drum band cilik dari TK Al Hikmah Ende, ada juga penampilan dari TK lainnya dan diteruskan dengan Lomba Aksi Cilik. Aksi Cilik ini maksudnya anak dan Mama tampil di panggung, bergoyang mengikuti lagu yang diudarakan, dan dinilai oleh juri. Apa saja yang dinilai? Ya kekompakan anak dan Mama, bounding mereka, sampai dengan kesesuaian antara gerak dan lagu. Anak-anak yang tampil dalam Lomba Aksi Cilik ini masih di bawah lima tahun, dan tentu tidak sulit untuk menentukan siapa yang juara. Karena, begitu banyak anak yang malu-malu bahkan seperti ketakutan di panggung, dan beberapa anak yang begitu lincah di panggung beraksi bersama Mamanya. Kita bisa melihat betapa pentingnya peran Mama di rumah ya hahaha.

Setelah Lomba Aksi Cilik, Lomba Parade Pakaian Nusantara pun dimulai. Tiga puluh tiga pasangan Mama-anak berlenggak-lenggok di atas panggung bak peragawati kawakan. Hehe. Apa saja yang dinilai? Pertama kesesuaian busana Mama-anak, teknik catwalk dan kekompakan di atas panggung, penguasaan panggung, hingga nilai modifikasi busananya. Meskipun banyak yang tampil Mama dan anak perempuan, tetapi ada juga Mama dan anak lelaki. Asyik lah. Manapula busana tradisionalnya keren-keren: dimodifikasi dengan sangat baik. Namun tidak bisa dipungkiri ada Mama yang seolah tampil cetar sendiri sedangkan anaknya celingak-celinguk, ada yang betul-betul kompak kayak anak kembar, ada yang mandek memeluk Mamanya di panggung. Haha.


Yang terakhir, Lomba Mewarnai. Waktu Lomba Mewarnai selama empat puluh lima menit memberi waktu kepada saya dan Kakak Mey untuk menilai dua lomba sebelumnya. Ndilalah, penilaian kami sama! Ini yang dinamakan juri sama-sama obyektif sehingga tidak sulit menentukan juara-juaranya. Bayangkan kalau ada juri yang subyektif lantas perdebatan menjadi terlalu alot. Bagi saya, lomba manapun, baik yang diikuti remaja maupun anak-anak, juri harus obyektif. Tidak boleh ada kata kasihan di dalam penilaian karena itu akan merusak reputasi hahaha. Tidak boleh bilang: kasihan si anak sudah berusaha. Juri harus menilai berdasarkan poin penilaian yang sudah ditetapkan. Itu saja.

Menilai kertas-kertas hasil mewarnai pun tidak seberapa sulit. Saya sudah sering menjuri lomba mewarnai, selalu diajak sama juri kondang Om Beny Laka, jadi tahu bagaimana menjuri lomba mewarnai bahkan yang diikuti oleh ratusan anak. Sabtu kemarin, empat juara Lomba Mewarnai memang menghasilkan gambar yang baik: pilihan warna, kesesuaian warna dengan tema, kerapian, garis batas, gaya arsir, hingga daya kreatif-nya. Penilaian itu saya pelajari dari Om Beny Laka, sang maestro. Jadi saya juga bisa menjelaskan kenapa si A juara satu, kenapa si B juara dua, dan seterusnya. Sayangnya kemarin tidak diberi kesempatan menjelaskan. Hehe. Tapi saya sudah siap pelurunya lah.

Mana saya tahu kalau yang juara Parade Pakaian Nusantara adalah sahabat saya Mei Ing dan anaknya yang bernama Rachel? Yang saya tahu cuma nomor tampilnya saja. Mana saya tahu kalau yang juara Lomba Mewarnai itu Andien, anaknya Ibu Nuraini? Ndilalah Andien adalah juara tiga lomba mewarnai sebelumnya yang tingkat kabupaten. Pokoknya saya jujur saja kalau dalam soal menilai. Hahahaha. Selamat kepada para juara, sampai ketemu di kegiatan berikutnya!



Yang pasti, saya terpukau sama empat hasil mewarnai seperti pada foto di atas. Mereka jelas tidak juara, tapi mereka unik, karena berani berkhayal dan bermain dengan warna-warna di luar warna yang seharusnya. Bahkan salah satunya, kiri atas, betul-betul abstrak! Haha.

Hari Kemerdekaan Negara Kuning


Negara Kuning bentukan saya dengan saya sendiri sebagai Presidennya sudah lama berdiri sejak tahun 2013-an. Tapi belum pernah saya menentukan Hari Kemerdekaannya. Boleh lah ya, karena suatu negara boleh dipersiapkan terlebih dahulu. Macam Indonesia, negaranya sudah lama ada, tapi belum punya pemimpin karena masih terkapling dalam wilayah-wilayah kecil (kerajaan salah satunya), lalu dijajah, lalu merdeka pada 17 Agustus 1945.

Baca Juga: Memang Betul Orang Bilang Tanah Kita Tanah Surga

Sama juga dengan Negara Kuning!

Jadi, kalau ada yang tanya kapan Negara Kuning merdeka? Jawabannya 12 Oktober 2019, enam tahun setelah dibentuk *ngakak guling-guling*.

Demikianlah, kawan, cerita hari ini dari kegiatan Sabtu kemarin. Semoga menghibur kalian yang membacanya ya.

#SeninCerita
#CeritaTuteh



Cheers.

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak