Hijrah


#PDL adalah Pernah Dilakukan. Pos #PDL setiap Jum'at ini merupakan cerita ringan tentang apa saja yang pernah saya lakukan selama ini.

***

Blogwalking itu memang bermanfaat. Yang tidak setuju, ya tidak apa-apa, silahkan tulis pos bantahan/balasan di blog sendiri. Haha. Salah satu manfaatnya, blogwalking secara tidak sadar justru menginspirasi dan memunculkan ide kepada kita untuk menulis. Selasa kemarin saya blogwalking ke blog milik Tia Widiastuti. Judul blog itu Mrs Dinastian. Salah satu pos bercerita tentang hijrah (bersama Bank Muamalat). Tring! Ide menulis pun nongol di kepala bersamaan dengan ide membeli helikopter. Ide menulis ini bukan soal bank-nya melainkan tentang hijrahnya.

Baca Juga: Percobaan Gagal

Suatu hari saya mendengar obrolan Mamatua dan (alm) Kakak Toto Pharmantara di tahun 2003 atau 2004 begitu. Sudah berkali-kali Kakak Toto menolak dipindah ke PT Telkom Maumere dengan alasan tidak mampu meninggalkan Mamatua tinggal sendiri bersama saya dan Indra, setelah Bapa meninggal dunia. Namun dirinya memang harus pindah karena jabatannya (naik pangkat) hanya ada di PT Telkom Maumere alias tidak ada di PT Telkom Ende. Waktu itu saya dengar Mamatua bilang begini: To, kau harus pindah, kau harus hijrah. Kalau tidak hijrah, kapan kau bisa maju?

Setelah membaca pos Kakak Tia, saya teringat tentang bagaimana saya hijrah dulu, dari tidak berhijab menjadi berhijab.

Ketika hampir semua anggota keluarga Pharmantara berhijab, yang perempuan bukan yang laki-laki, saya kemudian diajak berhijab pula. Siapa sih yang tidak ingin berhijab? Itu kan wajib bagi Muslimah. Mbak Wati, isterinya Abang Nanu Pharmantara, berkata: pakai jilbab sudah, Encim, jangan tunggu lama-lama. Biarpun sudah berhijab kau kan masih bisa jalan ke sana sini. Masih bisa beraktivitas seperti biasa. Sahabat saya Mila Wolo pun menyarankan hal serupa. Hijab bukan berarti saya mengekang diri berpetualang. Ah ... kalau ingat masa-masa itu jadi pengen tonjok diri sendiri.

Semua anjuran dan ajakan itu selalu bisa saya balas dengan jawaban:
1. Mau ngumpulin kaos lengan panjang dulu.
2. Mau ngumpulin manset dulu.
3. Mau ngumpulin jilbab aneka warna dulu.

Jawaban paling aneh sedunia. Tapi itulah yang keluar dari bibir saya. Semacam suatu pembelaan diri, padahal diri sendiri salah, ha ha ha. Tapi jangan salah, saya belajar banyak hal tentang dunia menutup aurat ini dari sebuah buku tulisan Ustadz Felix Siauw. Ya yang saya suka hanya bukunya saja hahah. Judulnya Yuk Berhijab! Buku yang dipenuhi ilustrasi berwarna ini sungguh menggugah. Saya betul-betul memahami isinya, sampai-sampai saya tidak pernah mau mengonde rambut, cukup diikat. Karena, kalau rambutnya kepanjangan, ya jilbabnya yang harus dipanjangin lagi.


Suatu pagi saat saya sedang bersiap-siap hendak ke kantor, dan bercermin, tumben memang bercermin, saya menatap wajah sendiri. Iya dooonk, kalau bercermin tapi yang ditatap wajahnya dinosaurus itu aneh kan. Saya berkata pada diri sendiri: ayo, berhijab sudah. Lalu saya pergi mengambil manset-kaos, alas jilbab, dan jilbab. Hari itu, saat sepeda motor saya memasuki area kampus, bapak-bapak sekuriti terheran-heran antara mau menegur atau tidak, lha saya tegur saja mereka semua hahaha. Seorang Tuteh yang badung, usil, iseng, suka ketawa tanpa belas kasih itu, berhijab! Kejadian langka.

Melihat saya, Mila langsung kasih selamat, cekrek-cekrek, dan mengunggah ke Facebook. Sehingga saya tahu tanggal bersejarah itu: 10 JULI 2015 saat kami semua masih pakai BLACKBERRY!  Terima kasih Mila, karena pos itu saya akan selalu mengingat tanggal ini. Melihat pos Mila di Facebook, sahabat saya yang lain yaitu Dewi pun mengunggah foto yang sama disertai foto teman lainnya yang juga hijrah pada hari itu.

Pos Mila. 

Pos Dewi.

Hari bersejarah kan ya hahah.

Baca Juga: Dikunjungi Legolas

Berhijabnya saya itu ibarat ulang tahun begitu. Karena apa saudara-saudara!? Banyak yang memberikan ucapan selamat baik secara langsung maupun via SMS dan BBM. Dan yang membikin saya terharu adalah BANYAK YANG MEMBERIKAN HADIAH kepada saya. Mereka yang memberikan hadiah ini tidak pandang agamanya apa. ISLAM DAN KATOLIK SAMA RATA!

Mama Emmi Gadi Djou, jelas beliau beragama Katolik, menghadiahkan saya pashmina biru muda cantik. Waktu itu kita sedang buka puasa bersama Fakultas Hukum di rumah saya. Usai makan malam, beliau menyerahkan pashmina ini dengan ucapan: Nona Tuteh semoga suka pashminanya dan harus dipakai ya! Terharuuuuuuu!


Sahabat rasa saudara Yudith Ngga'a menghadiahkan saya satu set kemeja kuning plus pashmina kuning. Dan tentu dia beragama Katolik pula. Yudith memesan khusus kemeja dan pashmina ini secara daring. Hahaha.


Sahabat saya si Dessy yang pernah saya tulis di blog ini saat dia ke Roma, mewakili institusinya yaitu RRI, menghadiahkan saya pashmina tutul-tutul ini hahaha. Ya, dia pun beragama Katolik.


Dan masih banyak hadiah-hadiah lain, beneran kayak ulangtahun, dari teman-teman lain yang beragama Katolik seperti Stanis yang menghadiahkan saya dua gamis atau Kakak Chendy Sabeweo yang menghadiahkan saya jilbab kuning. Dari teman-teman beragama Islam pun banyak banget. Mila, jangan ditanya lagi hahaha. Kiki Arubone menghadiahkan pashmina kuning. Dan seterusnya, dan lain-lain, dan sebagainya. Itu belum dari keluarga Pharmantara sendiri. 

Apakah dengan berhijrah kemudian saya berubah? Tidak. Saya tetap menjalankan shalat, khatam mengaji (pengen bisa sepuluh kali setidaknya, sekarang baru dua kali), tetap badung dan isengin orang lain, tetap apa adanya, tetap menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Kadang berantem, karena berantem kan bumbu kehidupan hahahaha alias manajemen konflik. Tidak banyak yang berubah dari saya kecuali sering mengompori teman yang belum berhijab untuk berhijab juga dengan kalimat: it's like magic, terjadi begitu saja. Jawaban yang sama waktu sahabat saya sekaligus teman kantor Erna Haris menanyakan keajaiban saya kemudian hijrah. Tak lama, mungkin sebulanan, Erna kemudian berhijab. Bulan berikutnya, salah seorang dosen pun berhijab.

Saya tidak bilang dengan berhijab kemudian membikin orang lain juga berhijab. Tidak lah. Itu kan keputusan mereka sendiri. Mungkin mereka juga merasakan yang namanya magic. Ya, bagi saya yang badung ini berhijab itu seperti magic. Jentik jari. Terjadi. Thanooooos doooonk. Ha ha ha.

Berhijab tidak membikin aktivitas saya berubah. Masih jalan ke sana sini, masih suka cerita-ceriti sama teman-teman, masih suka makan, masih suka isengin Mamatua dan Mamasia, masih suka berkegiatan ini itu, dan seterusnya. 

Yang berubah adalah saya sisiran hanya setelah keramas saja ha ha ha.

Baca Juga: #PDL Pondok Batu Biru Penggajawa

Pernah, saya pernah melakukannya, berhijab sejentik jari dan Alhamdulillah masih istiqomah. Bagaimana dengan kalian, kawan? Jujur saya tidak tanya ke Kang Nata dan Kuanyu hahaha ... kocak ... saya bertanya pada teman-teman blogger perempuan. Adakah kisah unik saat kalian kemudian memutuskan berhijab? Bagi tahu yuk di komen :)



Cheers.

Posting Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak