Cerita dari Pelabuhan Ippi dan Warung Soto Kikil


Kamis kemarin saya dan Yoan Amaraya pergi ke Pelabuhan Ippi, Ende, untuk menjemput Thika Pharmantara yang baru tiba menggunakan KM Awu dari Surabaya menuju Kupang via beberapa pelabuhan salah satunya Bima tempat Thika bertolak. Si anak kuliah balik dari liburan ini ceritanya. Sudah lama saya tidak ke pelabuhan baik Pelabuhan Bung Karno maupun Pelabuhan Ippi. Terakhir tahun 2015 saat pulang dari Pulau Sumba bersama tim promosi Universitas Flores, hehe. Sumpah, perubahan Pelabuhan Ippi sangat bagus meskipun sedang dalam tahap renovasi. Terminalnya megah dan aturan-aturannya mulai lebih ditertibkan, antara lain jalur penumpang turun dan penumpang naik agar menghindari chaos. Ngeri kaaaan kalau sampai ada orang yang jatuh ke laut karena terdesak? Hehe. Tapi saya pernah menyaksikan sendiri orang jatuh ke laut ini gara-gara terdesak.

Baca Juga:
JCafe dan Kopi ala Jessica
Yang Muda Yang Berkarya
Tutela, Bisnis Kuliner Karena Penasaran



Sayangnya saya tidak tahan sama aroma amis; mungkin dari ikan yang dijual padahal saya tidak melihat adanya penjual ikan (kurang memperhatikan), mungkin aroma laut, aroma manusia bercampur aroma ini-itu. Masih di darat saja saya semabok ini apalagi kalau di laut dan/atau udara? Muntah kuning kali ya hahaha. Padahal dulu saya tidak begini. Oh, tidak ... tanda-tanda uzur semakin kentara. Busyetttt ... sembunyi aja napaaaah si uzur pakai acara menampakkan diri begitu.

Karena padatnya orang, akhirnya Yoan memutuskan untuk menjemput Thika di dermaga Ippi II (karena dermaga Ippi I masih belum dapat digunakan), masih dekat sama KM Awu yang bersandar. Saya sendiri menunggu di parkiran berdekatan sama peti-peti kemas.

Sedikit cerita tentang Pelabuhan Ippi ya, kawan ...

Di Kabupaten Ende ada tiga pelabuhan yaitu Pelabuhan Bung Karno (dulunya bernama Pelabuhan Ende), Pelabuhan Ippi, dan Pelabuhan Nangekeo yang terletak jauh dari pusat Kota Ende. Pelabuhan Bung Karno dan Pelabuhan Ende melayani kapal penumpang milik P.T. Pelni seperti KM Awu, kapal feri, dan kapal roro (roll in - roll out) yang saya sebut feri besar karena muatannya banyak dan waktu tempuh dari Ende ke Surabaya hanya 48 (empat puluh delapan) jam. Dulu saya sering menggunakan jasa KM Kirana II yang rutin beroperasi direct Surabaya - Ende. Kalau Pelabuhan Nangekeo sejauh yang saya tahu hanya kapal penumpang dan kapal feri saja.

Pada tanggal 26 September 2004 sebuah kapal roro yaitu KM Nusa Damai atau sering kami sebut Kapal SP karam di Pelabuhan Ippi - Ende. Karamnya sangat memprihatinkan yaitu selama beberapa hari mengalami kemiringan dan kemudian tenggelam. Muatan kapal roro itu banyak, terutama truk-truk besar yang mengangkut komoditi atau barang-barang bisnis, mobil yang dibeli atau dibawa dari daerah lain, hingga penumpang. Dulu saya sempat pergi ke sana dan melihat pengangkatan truk-truk fuso dari dasar laut di pelabuhan; sudah berkarat. Tapi bangkai kapalnya sendiri masih sulit diangkat. Sulitnya bangkai kapal diangkat dan permasalahan lainnya menyebabkan perekonomian Kabupaten Ende seakan lumpuh. Bayangkan, barang-barang atau truk fuso harus di-drop di Maumere atau Labuan Bajo terlebih dahulu baru dibawa ke Ende.

Apa solusi yang bisa dilakukan dengan melihat kondisi bangkai kapal yang masih sulit disingkirkan? Membangun Pelabuhan Ippi II di samping pelabuhan yang sudah ada tapi belum dapat digunakan itu. Yess! Akhirnya KM Awu kemudian sandar perdana di Dermaga Ippi II pada 5 Januari 2016 yang lalu. Lantas diikuti pula oleh kapal-kapal roro yang sebelumnya juga ada yang merapat ke Pelabuhan Bung Karno. Perekonomian kembali menggeliat. Bahkan ada tambahan-tambahan kapal lagi yang bakal beroperasi di Kabupaten Ende. Ini bagus sekali.

Kembali pada Kamis kemarin saat menjemput Thika ...

Karena saya mabok, atau karena si Yoan sendiri juga lapar, dia akhirnya mengajak kami makan soto kikil yang letaknya tidak seberapa jauh dari areal pelabuhan. Dulu saya juga pernah makan di sini bareng Kakak Pacar (cie haha). Saya suka kikilnya, empuk dan sotonya gurih. 



Kami seperti keluarga kecil yang bahagia yang sedang mengisi quality time dengan nge-soto bersama. 




Apakah diet saya hancur? Aaaah tidak juga. Karena di DEBM, maka daging dan lemak itu sangat dianjurkan. Tapi ya rada goyang juga itu dietnya karena ada tambahan lontong dan paginya saya masih sempat menghabiskan satu mangkuk sop iga khas Warung Damai di kampus. Busyet!





Bukan hanya fotonya saja yang memikat, tapi rasanya juga mendukung. Alhamdulillah ... kenyang :D Pos di Facebook sempat membikin keponakan saya yang lain si Indri minta dibungkusin tapi sayang saya membaca pesan WA-nya setelah sudah tiba di rumah. Huhu. Ya sudah, next time. Maklum, Genk Pharmantara ini memang tukang jalan dan tukang makan *batuk-batuk*.

Sepertinya saya bersemangat sekali bercerita tentang acara jemput-menjemput Thika Kamis kemarin itu. Iya lah, soalnya sudah lama saya tidak ke pelabuhan. Menikmati suasana macam begini kan jarang ... ditambah mabok pula hehe. Tapi asli, sangat menyenangkan. Bagi kalian yang hendak datang ke Ende dan tipe backpacker-an dan punya banyak waktu, silahkan gunakan kapal laut dari Surabaya ke Ende. Ada banyak pilihan kapal dengan waktu tempuh yang berbeda. Tergantung kenyamanan kalian sendiri.


Cheers.

11 Komentar

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.

  1. Aaaah curiga itu beb, bukan mabok amis tapiiii tapiiii

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huwahahahaha... bisa aja... eh siape tau eee :D

      Hapus
    2. Tu kan boneeeeeng eeeeeeeeh

      Hapus
    3. Hahahahhaaaaaaa terrrrciiidduuukkk :P

      Hapus
  2. Efek mual terobati semangkuk sop kikil ...., mantaaaap 😁

    Yuuuh .. kasian banget ponakan gagal kebagian nyicipin sop buntut gegara wa pending 😓

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu dia, tapi ponakan saya yang satu ini memang paling gemar mencicip makanan di warung baru hahahah.

      Hapus
  3. oh-oh tidak ingin berkomentar hanya satu kata saja *dangke

    Oh nusa bunga se...#rindu

    BalasHapus
  4. weta thanks foto-fotonya...rindu banyak lae...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pernah ke Flores? Atau memang orang Flores tapi lahir besar di Papua? Saya penasaran leeee hahahaha.

      Hapus
    2. Saya orang Maumere, lahir dan besar di Papua. Berkarya di Jakarta sobat

      Hapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak